Skip to main content
search
0

Pada bulan Mei 2024, publik Indonesia dihebohkan dengan penetapan enam orang mantan pejabat PT Aneka Tambang (Antam) sebagai tersangka dalam kasus korupsi 109 ton emas Antam. Jika dirupiahkan, harga satu gram emas Antam per 18 Juni 2024 adalah Rp. 1.342.000, artinya nilai korupsi melebihi 146 triliun rupiah! Selain karena nilai yang mencengangkan, kasus ini menjadi momok bagi masyarakat karena emas merupakan instrumen investasi paling populer di Indonesia. Sebenarnya apa yang terjadi dan apakah emas yang dibeli masyarakat adalah emas palsu? Sebelumnya, mari kita lihat dulu latar belakang PT Antam.

Apa yang terjadi pada korupsi 109 ton emas Antam?

Antam merupakan hasil peleburan perusahaan tambang milik negara dan telah berdiri sejak tahun 1986. Walaupun penjualan emas bukan satu-satunya sumber pendapatan Antam, aktivitas ini menyumbang 67% dari total revenue Antam tahun 2021. Memang bagi masyarakat Indonesia, “Antam” sudah seperti sinonim “emas”. Selain karena Antam memiliki rekam jejak yang panjang, emas Antam sudah dilengkapi dengan teknologi verifikasi terkini seperti penggunaan CertiEye dan sertifikasi LBMA (London Bullion Market Association). Bantuan verifikasi penting karena tidak semua orang bisa dengan mudah memeriksa keaslian emas. Lalu, dengan kemunculan kasus korupsi 109 ton emas, apakah artinya emas yang dibeli masyarakat Indonesia berisiko palsu?

Untungnya, jawabannya adalah: tidak. Menurut aparat penegak hukum yang berurusan dengan kasus ini, 109 ton emas yang bermasalah merupakan emas asli, hanya cara perolehannya saja yang ilegal. Yang dipermasalahkan pada kasus ini adalah penggunaan merek dagang Antam tanpa adanya perjanjian. Artinya, pembeli tetap mendapatkan emas asli dengan berat sesuai keinginan. Selesai dong urusan?

Tidak semudah itu, Ferguso. Menyadur hasil rapat Komisi VI DPR dengan direksi Antam, jelas ada lubang pada aturan hukum atau manajemen Antam yang memungkinkan kasus seperti ini bisa terjadi sehingga perlu disegera diperbaiki. Mari kita serahkan PR untuk menutup lubang tersebut pada direksi Antam, namun bagi masyarakat umum, lubang ini tentu berdampak juga terhadap tingkat kepercayaan kita pada Antam. Kali ini, masyarakat masih beruntung karena emas yang didapatkan masih asli, walaupun ilegal. Jika terjadi lagi kasus dalam skala yang serupa, kita belum tentu seberuntung itu, dan nilai tabungan emas hasil kerja keras kita bisa menguap dalam semalam.

Apakah iya mungkin terjadi lagi? Sayangnya, kasus korupsi ini sebenarnya bukan yang pertama terjadi. Pada tahun 2018, nama seorang crazy rich asal Surabaya mencuat karena mengklaim bahwa Antam berhutang emas seberat 1,1 ton padanya. Usut punya usut, awal tahun ini publik justru dikejutkan dengan kabar penetapan crazy rich tersebut sebagai tersangka. Ternyata ia melakukan pembelian emas secara ilegal dari oknum Antam. Begitu juga beberapa bulan sebelum kasus 109 ton, seorang bekas karyawan Antam membohongi mantan teman-teman sekolahnya sendiri saat menawarkan kesempatan menjadi reseller emas Antam. Jadi, masyarakat perlu ekstra hati-hati dalam melakukan pembelian emas Antam.

Pentingnya Mengenal Risiko Pihak Lawan

Pasar emas Antam memang rentan akan tindakan penipuan karena dua hal: (1) Minim kompetisi dan (2) sulitnya memastikan keaslian emas. Poin pertama tentu bukan hal yang asing bagi BUMN di Indonesia. Mengambil contoh kasus 109 ton, walaupun tingkat kepercayaan kita terhadap Antam menurun, opsi tempat membeli emas yang terpercaya tidak ada lagi di Indonesia. Perusahaan monopoli seperti Antam bebas dari ancaman pembeli memilih alternatif lain, maka wajar jika keputusan dan operasional perusahaan cenderung sub-optimal. Jika pasar emas di Indonesia memiliki lebih banyak partisipan, niscaya kualitas pelayanan Antam akan meningkat.

Di lain pihak, poin kedua merupakan karakteristik dasar dari pasar emas. Melatih setiap orang untuk mampu memverifikasi keaslian emas adalah solusi yang tidak masuk akal secara ekonomis. Kita tetap harus bergantung pada pihak lain. Ketergantungan menyebabkan risiko pihak lawan (counterparty risk) pembelian emas menjadi tinggi dan hampir saja keputusan untuk mengambil risiko ini berakibat fatal pada kasus korupsi 109 ton. Selama kita menggunakan instrumen seperti emas atau perak sebagai investasi, maka kita perlu berhati-hati sebelum membeli dengan  mempertimbangkan terlebih dahulu risiko pihak lawan yang kita ambil.

Apakah ada instrumen lain dengan risiko pihak lawan yang lebih rendah? Tentu saja ada, dan sebetulnya banyak. Properti misalnya, kita bisa langsung melihat tanah dan bangunan yang ingin kita beli sekaligus memverifikasi sendiri keadaannya. Tetapi masih ada risiko pihak lawan yang besar karena kita perlu mempercayai bahwa tanah yang dijual kepada kita sedang tidak dalam sengketa. Begitu juga dengan kondisi bangunan yang tidak langsung terlihat. Misalnya, apakah struktur bangunan cukup kuat, kondisi pipa air, dan kualitas cat yang digunakan. Risiko pihak lawan pada aset properti juga tergolong besar dan sulit dielakkan.

Bagaimana dengan investasi reksadana maupun obligasi pemerintah? Reksadana kita perlu percaya kepada manajer keuangan yang akan mengelola uang kita. Tentu saja kita bisa berkaca pada rekam jejak perusahaan investasi yang mengeluarkan reksadana tersebut, tetapi risiko pihak lawan tetap besar. Obligasi pemerintah sering disebut sebagai instrumen yang paling aman. Apa iya sebuah negara bisa bangkrut? Ternyata sejarah berkata lain. Banyak negara yang pernah mengalami situasi layaknya suatu kebangkrutan, seperti Yunani maupun Argentina. Bagaimana dengan Indonesia? Kita hanya bisa berharap, dan lagi-lagi kata kuncinya adalah percaya.

Akhirnya kita sampai ke pembahasan mengenai Bitcoin. Apakah Bitcoin tidak memiliki risiko pihak lawan? Tentu saja ada. Uniknya, dengan Bitcoin, kita bisa tentukan sendiri seberapa besar risiko pihak lawan yang bersedia kita ambil. Pada titik yang paling ekstrim, kita bisa meminimalisasi risiko pihak lawan dengan memegang sendiri Bitcoin yang kita miliki (self-custody). Kita juga dapat dengan mudah memverifikasi keaslian setia Bitcoin, karena pada dasarnya semua Bitcoin tercatat secara publik dan terdesentralisasi. Setiap orang boleh memeriksa keaslian dan sejarah setiap Bitcoin yang pernah ada. Catatan publik ini juga sangat aman karena tidak bisa diubah secara seenaknya oleh pihak tertentu.

Lebih Bijak Berinvestasi

Kasus korupsi 109 ton emas Antam telah menggerus kepercayaan masyarakat terhadap emas sebagai instrumen investasi di Indonesia. Meskipun emas yang dibeli masyarakat asli, kasus ini betapa pentingnya perbaikan dalam manajemen dan regulasi Antam untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Selain itu, penting bagi masyarakat untuk mempertimbangkan risiko pihak lawan dalam berbagai instrumen investasi, termasuk emas, properti, reksadana, obligasi, dan Bitcoin. Setiap pilihan memiliki risikonya masing-masing, dan memahami serta meminimalkan risiko tersebut adalah kunci untuk melindungi uang yang telah dengan susah payah kita dapatkan.

Close Menu